Sejarah Matematika dan
Perkembangannya
Matematika (dari bahasa Yunani:μαθη ματικ ά -m athēm atiká) adalah
studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari
berbagai pola, merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode
deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian. Matematika adalah
suatu alat yang dapat digunakan untuk membantu memecahkan berbagai permasalahan
(dalam pemerintahan, industri, sains dan dalam kehidupan sehari-hari yang lain
nya). Dalam perjalanan sejarahnya, matematika berperan membangun peradaban
manusia sepanjang masa.
Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek
matematika seperti bilangan dan titik
hadir secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang
menggambarkan simpulan-simpulan yang penting". Di
pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh
hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."
Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika
berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan
pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan
benda-benda fisika. Matematika praktis telah menjadi kegiatan manusia sejak adanya rekaman tertulis. Argumentasi kaku pertama muncul di
dalam Matematika Yunani, terutama di dalam karya
Euklides,Elem en. Matematika
selalu berkembang, misalnya di Cina pada tahun 300 SM, di
India pada tahun 100 M, dan di Arab pada tahun 800 M,
hingga zaman Renaisans, ketika temuan baru matematika berinteraksi
dengan penemuan ilmiah baru yang mengarah pada peningkatan yang cepat di dalam laju penemuan matematika yang berlanjut hingga kini.
Kini,
matematika digunakan di seluruh dunia sebagai alat penting di berbagai bidang,
termasuk ilmu alam, teknik, kedokteran/medis, dan ilmu sosial
seperti ekonomi, dan psikologi. Matematika terapan,
cabang matematika yang melingkupi penerapan pengetahuan
matematika ke bidang-bidang lain, mengilhami dan membuat penggunaan
temuan-temuan matematika baru, dan kadang-kadang mengarah pada pengembangan disiplin-disiplin ilmu yang sepenuhnya baru, seperti
statistika dan teori permainan. Para matematikawan juga
bergulat di dalam matematika murni, atau matematika untuk
perkembangan matematika itu sendiri, tanpa adanya penerapan di dalam pikiran, meskipun penerapan praktis yang menjadi latar munculnya
matematika murni ternyata seringkali ditemukan
terkemudian.
1.1
Filsafat Pendidikan Matematika
Filsafat
pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan. Dapat
mengonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat juga pada ilmu pendidikan. Jika
mengutamakan proses pendidikan, yang dipersoalkan adalah cita-cita, bentuk,
metode, dan hasil dari proses pendidikan. Jika mengutamakan ilmu pendidikan
maka yang menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide, dan metode pengembangan
dalam ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang
membahas proses pendidikan dalam bidang studi matematika. Aliran-aliran yang
berpengaruh dalam filsafat pendidikan antara filsafat analitik, progesivisme,
eksistensialisme, rekonstruksionisme, dan konstruktivisme.
Pendidikan
matematika adalah bidang studi yang mempelajari aspek-aspek sifat dasar dan
sejarah matematika, psikologi belajar dan mengajar matematika, kurikulum
matematika sekolah, baik pengembangan maupun penerapannya di kelas.
Filsafat
konstruktivisme banyak mempengaruhi pendidikan matematika sejak tahun sembilan
puluhan. Konstruktivisme berpandangan bahwa belajar adalah membentuk pengertian
oleh si belajar. Jadi siswa harus aktif. Guru bertindak sebagai mediator dan
fasilitator. Budaya yang paling menonjol dapat dikatakan sebagai ciri khas
budaya suatu bangsa. Ciri khas bangsa Yunani kuno adalah ide-ide idealnya,
bangsa Romawi dengan budaya politik, militer dan suka menaklukkan bangsa lain.
Bangsa Mesir kuno dengan seni keindahan dan juga mistik. Tahun 600 – 1200 ciri
khas budaya bangsa Eropa adalah teologis. Tahun 1200 – 1800 budaya bangsa Eropa
mulai eksplorasi alam sebelum revolusi industri. Abad ke-19, dan 20 penciptaan
mesin-mesin otomatis berbarengan dengan kemajuan dalam bidang sains dan
matematika.
Bangsa-bangsa
Babilonia, Mesir, Sumeria dapat dipandang sebagai matematika empiris. Nama ini
berkaitan dengan perkembangan matematika yang selalu untuk memenuhi keperluan
dalam perdagangan, pengukuran, survei, dan astronomi. Dengan kata lain
matematika diangkat dari pengalaman manusia bergelut dengan masalah-masalah
praktis dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian matematika empiris ini
telah mengantisipasi datangnya matematika non-empiris seperti telah
digunakannya bilangan negatif, dan sistem bilangan alam atau asli yang menuju
ketakhingga.
Kontribusi
paling menonjol bangsa Yunani terhadap perkembangan matematika terletak pada
dipilihnya metode deduktif dan kepercayaannya bahwa fenomena alam dapat
disajikan dalam lambang-lambang bilangan. Dan ini terbukti sekarang telah
ditemukan alat-alat elektronik digital.
Bangsa Eropa sendiri baru
belakangan tertarik pada matematika. Selama 1000 tahun matematika berkembang di
Asia kecil (Yunan, Arab). Tahun 400 – 120 perkembangan matematika dapat
dikatakan mandek, hanya beberapa gelintir orang mengembangkan secara individual
(tanpa ada komunikasi satu sama lain), di antara mereka adalah Boethius,
Alcuino, dan Gerberet, dan yang paling akhir Leonardo Fibonacci.
1.2
Pusat perkembangan matematika berada di Eropa.
Matematika
Kontemporer (1850 – Sekarang) Aritmetika memiliki peran ganda: sebagai alat
bantu sains dan perdagangan, dan sebagai uji komparatif landasan dasar tempat
sistem matematika itu dibangun. Hogben, Well, dan McKey dan lain-lain telah
melukiskan peran aritmetika dengan indahnya.
Perkembangan
kalkulasi yang paling spektakuler adalah diciptakannya “otak elektronik”,
komputer. Komputer lebih banyak memerlukan matematika daripada aritmetika
elementer. Penciptaan komputer memerlukan kolaborasi para pakar matematika,
aritmetika, dan ahli teknik pakar mesin.
Pada
abad 20 perkembangan aritmetika makin abstrak dan tergeneralisasi.
Perkembangannya mengacu pada aljabar dan analisis guna lebih “mengeraskan”
aritmetika. Sebaliknya yang terakhir ini disebut “arimetisasi”
Abstraksi
dan generalisasi pada abad 20 telah diantisipasi oleh Lobachevsky dengan
munculnya geometri non-euclidnya. Selanjutnya pakar-pakar lain seperti Peacock,
Gregory, DeMorgan, memandang aljabar dan geometri sebagai
“hipothetico-deductive” dengan cara Euclid.
Matematika
yang telah berkembang selama dua ribu lima ratus tahun oleh generasi ke
generasi, ternyata dapat diajarkan kepada anak-anak “hanya” dalam beberapa
tahun di sekolah. Oleh karena itu, Prof Judd (psikolog) mengatakan bahwa
aritmetika adalah kreasi manusia paling perfect (sempurna) dan alat untuk
berkomunikasi sesama manusia. Dengan demikian matematika perlu dijaga dan
dikembangkan untuk mengantarkan manusia menyongsong hari esok yang cerah.
Ø
Perkembangan
Matematika
Perkembangan
matematika dilihat dari produktivitas baik kuantitatif maupun kualitatif dari waktu
ke waktu makin meningkat dan sangat cepat. Perbandingan ini dikaitkan dengan
skala waktu. Perbandingan produktivitas terhadap skala waktu, secara
kuantitatif dapat digambarkan mendekati secara eksponensial pertumbuhan
biologis.
Ada dua
macam pembagian mengikuti waktu atau periode perkembangan. Yang pertama,
pembagian waktu ke dalam tiga periode, yakni, “dahulu”, “pertengahan”, dan
“sekarang”. Pembagian ini berdasarkan pertumbuhan matematika sendiri dan daya
tahan hidup sesuai zamannya. Yang kedua, pembagian menurut cara konvensional
dalam tujuh skala waktu menurut penemuan naskah yang dapat dihimpun, yakni (1)
Babilonia dan Mesir Kuno, (2) Kejayaan Yunani (600 SM – 300), (3) Masyarakat
Timur dekat (sebagian sebelum dan sebagian lagi sesudah (2)), (4) Eropa dan
masa Renaissance, (5) Abad ke-17, (6) Abad ke-18 dan 19, dan (7) Abad ke-20.
Pembagian ini mengikuti perkembangan kebudayaan Eropa.
Setiap periode, baik yang
membagi menjadi 3 atau pun 7, memiliki ciri khas yang umum. Pada periode
“dahulu”, ciri khasnya adalah empiris, mendasarkan pada pengalaman (indera)
hidup manusia. Periode “pertengahan” mulai dengan analisis (Descartes, Newton,
Leibniz, Galileo), sedangkan pada periode “sekarang” ciri khasnya adalah metode
abstraksi dan generalisasi. Ternyata perkembangan matematika dilihat dari
kualitas dan kekuatannya jauh lebih penting daripada dilihat secara kuantitas.
Ingatlah akan definisi matematika yang mengatakan “matematika adalah cara
berpikir dan bernalar”, lihat Modul 1. Sedang kekuatannya, misalnya, lihatlah
geometri Euclid dibanding dengan geometri non-euclid, yang terakhir ini mampu
menyelesaikan masalah lebih rumit (geometri non-euclid digunakan dalam
mengembangkan teori relativitas dalam ilmu fisika) Walaupun demikian
kadang-kadang korelasi antara perkembangan matematika dan kebudayaan
kadang-kadang korelasi itu negatif.
ü
Berpikir
Matematis
Persyaratan Aksioma dalam Sistem Matematis. Sejak awal perkembangannya
sampai kira-kira abad ke-16, matematika tidak pernah mengenal kreasi matematika
baru, sehingga orang mengatakan matematika adalah statis. Tetapi pendapat ini
menjadi tidak benar sebab setelah abad ke-17, Descartes menemukan geometri
analitik. Lebih-lebih setelah Bolyai dan Lobachevsky menemukan geometri
non-euclid. Ini memicu tumbuhnya metode postulatsional atau metode aksiomatis
pada abad ke-19. Pemunculan metode ini dipandang sebagai fajar menyingsing
perkembangan matematika. Mulai saat itu, hampir setiap hari dikreasi matematika
baru.
ü
Peran
Logika dalam Sistem Matematika
Pythagoras mengusulkan adanya konsep untuk ‘bukti’ yang baku dan jelas
dan disetujui oleh semua pakar. Aristoteles menyusun hukum dasar logika yang
pertama kali. Ternyata hukum dasar itu identik dengan perangkat aksioma. Term
tak didefinisikan dalam aksioma disebut kata primitif dalam logika. Dengan
sistem aksioma dalam geometri Euclid, diubah oleh Lobachevsky dan Bolyai, maka
kemudian ada maksud mengembangkan logika modern. Russell dan Whitehead telah
berhasil menyusun membangun hukum dasar logika modern. Dalam sistemnya mereka
memasukkan kata-kata atau, dan, negasi dan sebagainya. Hukum dasar Aristoteles
dipandang hanya berlaku untuk semesta tertentu. Hukum dasar logika modern
bersifat semesta. Artinya semua matematika dan sains dapat menggunakan hukum
dasar logika modern guna menarik kesimpulan, dan tidak tergantung jenis logika
yang digunakan. Ternyata baik aksioma matematika maupun hukum dasar logika
adalah variabel. Lucasiewics berjaya menyusun sistem logika modern.
Keuntungannya tidak perlu lagi menggunakan tabel-tabel matriks nilai kebenaran
untuk setiap kemungkinan nilai kebenaran komponennya. Dan dapat langsung untuk
sebarang nilai kebenaran komponen-komponennya.
ü
Sistem
Aksioma Peano sebagai Basis Matematika
Aksioma Peano adalah sebuah contoh sistem aritmetika postulatsional.
Aksioma Peano sangat mengagumkan. Perangkat aksioma ini terdiri dari 5 postulat
dengan definisi rekursif (maju atau mundur) bilangan-bilangan alam, misalnya 4
= 3´ = (2´ )´ = ((1´ )´ )´ = (((0´ )´ )´ )´ ,. Atau 0´ = 1, 1´ = 2, 2´ = 3, dst.
P4 membatasi bahwa setelah bilangan 0 tidak dapat mundur lagi. Dengan
menambahkan definisi jumlah D1(a), (b) dan definisi kali D2(a) dan (b), maka
dapat dibuktikan sifat-sifat operasi assosiatif, komutatif, dan distributif
untuk kedua operasi yang didefinisikan.Dengan mendefinisikan bilangan positif,
negatif, rasional, dan kompleks dengan cara-cara yang sesuai hanya dengan
mengambil term-term primitif yang termuat dalam aksioma, semua sistem bilangan
memenuhi aksioma. Demikian pula fungsi aljabar seperti fungsi kontinu, limit,
kalkulus dsb. Dengan hasil ini maka dikatakan bahwa aksioma Peano merupakan
basis matematika.
ü
Matematika
sebagai Metode dan Seni
Walaupun tidak sempurna, matematika aksiomatis dibuka oleh geometri
Euclid pada abad ketiga. Peano membuat aksioma yang mula-mulanya untuk bilangan
alam. Aksioma ini berbuah lebat. Hilbert menyempurnakan aksioma Euclid.
Perangkat aksioma harus memenuhi syarat tertentu antara lain: (a) terdiri dari
kata-kata yang kosong dari arti (primitif), (ii) banyaknya primitif harus
minimal, (iii) perangkat primitif harus konsisten, dan independen.
Teorema-teorema dideduksi secara logis dengan menggunakan logika formal. Dengan
metode langkah-langkah seperti itu maka muncul matematika baru yang disebut
sistem matematika. Karena itu geometri dapat dipandang sebagai sebuah metode
(metode membangun karya matematis).
Dalam geometri murni, term-term primitif kosong dari arti.
Teorema-teorema dideduksi secara logis menggunakan logika formal.
Teorema-teorema pun kosong dari arti. Kebenaran teorema-teorema ini adalah
kondisional.
Dalam geometri fisik atau orang awam menyebutnya geometri empiris,
perangkat aksioma diambil dari geometri murni dengan cara memberi makna fisik
untuk term-term primitif. Teorema-teorema kemudian juga mengandung makna fisik.
Sekarang perangkat aksioma dan teorema-teorema dalam geometri fisik bernilai
benar.
Untuk pengembangan teorema-teorema matematikawan memiliki daya
imajinasi, abstraksi, inspirasi, dan kreativitas, yang pada umumnya juga
berdasarkan pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar